Sebuah Cerita Tanpa Koma!

Waktu berlalu tanpa peduli apa yang terjadi, tanpa peduli siapa pelakunya dan apa yang dilakukannya. Waktu memandang semuanya sama. Jika tidak bisa menjadi yang terbaik hari ini, jangan harap akan menghasilkan yang terbaik hari esok. 24 jam seakan berlalu tanpa terasa bagi kami. Setiap detik waktu yang berjalan menjadi sebuah cerita tanpa koma. Puluhan ide dan cerita memberontak memenuhi otak menuntut untuk segera dituangkan dalam berita.

Tak ada batasan waktu bagi kami, tak ada koma dalam dunia kami. Dunia kami menuntut untuk selalu menghasilkan yang terbaik dan berkualitas. Meskipun sejenak melupakan masa indah hidup kami, semua itu demi mimpi kami untuk selalu menjadi yang terbaik. Kami bercerita tanpa koma, berlari mengejar realitas. Waktu dan pena setia menemani hidup kami. Karena dengan itu kami kuat.

Jika orang lain mati meninggalkan bangkai, kami tak akan mati. Kami menulis lembar demi lembar yang menjadi saksi dan kekuatan untuk tetap dikenang hingga kini. Menjadi saksi hidup kami dan mereka. Semuanya terekam indah dalam goresan pena. Kata-kata yang menjadi ekspresi indrawi, penekanan yang mewakili emosi, dan semua cerita yang menggambarkan kebahagiaan. Dengan harapan kami akan selalu bermanfaat bagi sesama dan tetap memberikan kontribusi positif bagi perkembangan media massa sekolah. (Red)

Jumat, 18 Maret 2011

Konde Tempo Doeloe

Dulu, ketika masyarakat negeri ini masih bisa menghargai dan meneladani sikap para pahlawannya, selalu memperingati hari-hari yang berkaitan dengan para pelaku sejarah. Diantaranya ketika memperingati hari Kartini. Semua siswa dan ibu-ibu guru melaksanakan upacara dengan mengenakan busana nasional kebaya seperti layaknya pahlawan wanita kita, tak lupa lagu “ Ibu Kita Kartini “ dikumandangkan setiap tanggal 21 April itu.
Ada ibu-ibu guru yang sudah janjian akan berangkat bersama naik mobil sedan dengan disopiri salah satu ibu yang sekaligus pemilik mobil. Mereka bertiga kebetulan tempat tinggalnya searah. Dari sekolah tempat mengajarnya, kira-kira 20 atau 30 an km jarak dari rumah. Dengan jarak yang cukup jauh dan dengan pakaian kebaya serta berkonde yang lumayan besar ( cukup membuat pusing ) tidak mungkin naik sepeda motor bagaimana pakai helmnya? Oleh sebab itu mereka sepakat menumpang mobil teman.
Pukul 04.00 wib persiapan rias dll, pukul 06.00 wib siap berangkat dengan pertimbangan jika kesiangan, nanti upacara dilapangan terlalu panas. Mobil Honda accord th 70an mulai melaju keluar dari kampung, kemudian menyusuri jalan makadam, 10 menit kemudian sampai di jalan persawahan, kanan kiri jalan ditumbuhi pohon-pohon saman yang sudah besar-besar. Angin semilir kadang-kadang “ wess! “ bertiup kencang. Tiba-tiba mobil bersuara “ glebeg-glebeg-glebeg “ akhirnya mesin mati. “ Waduh! Bagaimana Bu? Jauh dari pemukiman penduduk, tak ada yang dimintai mendorong? “ Kata bu Ida pemilik mobil. Bu Sinta dan Bu Muna yang duduk dibelakang merasa sungkan akhirnya turun dan mendorong mobil. “ Waahh…. Sudah cantik-cantik begini dorong mobil “ ucap Bu Muna. “ Tadi mimpi apa ya semalam, kok sial? “ Bu Sinta menimpali. Mereka berdua menyingsingkan lengan dan mengangkat jaritnya hingga lutut. Dengan sandal berhak tinggi berdua mulai mendorong mobil.
“ Satu, dua, tiga… “ mobil mulai berjalan, namun berkali-kali di starter, mesin belum bunyi juga. “ satu, dua, tiga…” Baru Mesin mulai berbunyi, dan Bu Ida menancapkan pegasnya dengan keras berkali-kali. “ Alhamdulillah… “ Ucap Bu Sinta dan Bu Muna hampir bersamaan. Mereka hendak membetulkan pakaian yang tadi disingsingkan, mulai merapikan lengan dan jarit yang disingkap, namun tiba-tiba “ Wess! “ Angin kencang bertiup dan “ Ah!! “ Konde Bu Muna sempat terangkat karena Bu Muna sedang merunduk membetulakan jaritnya “ Aduh, Bu…. Tolong kondeku mau jatuh….. “ Bu Muna merengek ke Bu Sinta. “ Dibetulkan dimobil saja kita sudah ditunggu Bu Ida “ Ucap Bu Sinta sambil menggandeng tangan Bu Muna.
Sambil membetulkan tata busana dan konde yang semrawut, ibu-ibu bertiga itu bergurau saling menimpali. “ Maaf ya bu, Panjenengan berdua sampai ‘gobyos’ gara-gara mobil saya yang butut ini “ kata Bu Ida. “Gak apa-apa bu… namanya juga sial. “ Kata Bu Sinta dan Bu Muna. Tiba-tiba mobil agak oleng dan sulit dikendalikan. “ lhoo…lhoo… ada apa ini? “ Kata Bu Sinta dan Bu Muna cemas. “ Wah bu… maaf ya… bannya kempes… “ Kata Bu Ida. “ Gak apa-apa bu… kami juga minta maaf… karena dalam hal ini kami tidak bisa membantu… “ Jawab Bu Sinta dan Bu Muna.
Mereka bertiga turun. Bu Ida menyinsingkan lengan dan mengangkat jarit setinggi lutut, persis seperti yang dilakukan Bu Sinta dan Bu Muna tadi. Tapi kini Bu Ida mengambil dongkrak hendak mengganti ban mobil yang kempes. “ Wah… cantik-cantik… jadi montir!! “.
“ Bu, jangan keliru bannya dengan konde ibu ya…?” he…he…he…

(Rds.)

0 komentar:

Welcome to Media SMAGA blog ^^